PEMBAHASAN TENTANG PENGERTIAN
ISTI’ADZAH DAN BASMALAH.
اعوذ
بالله من الشيطان الرجيم . بسم الله الرحمن الرحيم.
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan
syetan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.”
PENGERTIAN ISTI’ADZAH.
Dalam pembahasan ini terdapat
beberapa masalah ;
Pertama ; allah
memerintahkan untuk meminta perlindungan ketika mulai membaca al-qur’an. Allah
ta’ala berfirman ; فاذا قرات القران فاستعذ
بالله من الشيطان الرجيم ”maka apabila kamu[Muhammad]
hendak membaca al-qur’an, hendaklah kamu meminta perlindngan kepada allah dari
syaitan yang terkutuk.” [QS. An-Nahl 16:98]. Diantara manfaat Ta’awudz ialah
untuk menyucikan mulut dari perkataan sia-sia dan buruk yang biasa dilakukannya
dan untuk mengharumkannya[1].
Kedua ; menurut
pendapat mayoritas ulama, perintah agar meminta perlindungan allah atau membaca
ta’awudz ini merupakan perintah yang sunnah setiap akan membaca al-qur’an
diluar sholat. Namun, mereka berbeda pendapat tentang hokum perintah memohon
perlindungan ini didalam sholat.
An-Nuqashi
meriwayatkan dari Atha’ bahwa meminta perlindungan [didalam sholat] itu
merupakan suatu hal yang wajib. Ibnu Sirin,
An-Nakha’I dan sekelompok ulama lainnyapun selalu membaca ta’awudz didalam
sholat pada setiap rokaat. Mereka
melaksanakan perintah allah yang bersifat umum, yaitu agar memohon
perlindungan. Sementara itu
Abu Hanifah dan Asy-Syafi’I
hanya membaca ta’awudz pada rokaat pertama saja, kedua orang ini menilai bahwa
bacaan didalam sholat adalah bacaan yang satu.
Ketiga ; para ulama
sepakat bahwa ta’awudz itu bukan merupakan
bagian dari al-qur’an dan bukan pula ayat al-qur’an. Ta’awudz adalah
ucapan orang yang akan membaca ayat al-qur’an ;اعوذ
بالله من
الشيطان الرجيم [aku
berlindung kepada allah dari godaan syeitan yang terkutuk]. Lafadz ini
merupakan lafadz yang telah disepakati oleh mayoritas ulama dalam membaca
ta’awudz. Sebab lafadz ini merupakan lafadz yang tertera didalam kitab allah.
Keempat ; Ibnu Athiyah berkata; “adapun orang-orang
membaca ta’awudz, dalam hal ini mereka banyak menggantikan sifat untuk nama
allah dan arah lain [yang dimintai perlindungan darinya]. Contohnya adalah
ucapan sebagian dari mereka ;اعوذ
بالله المجيد من الشيطان المريد aku berlindung kepada allah yang
maha perkasa dari syeitan yang membangkang. Untuk ucapan seperti ini, aku tidak
mengatakan terhadapnya : [sebaik-baiknya bid’ah]. Namun demikian, akupun tidak
mengatakan, “ucapan tersebut tidak diperbolehkan”.
Kelima ; Al-Mahdawi
berkata ,”Para Qori’ sepakat untuk mengeraskan bacaan ta’awudz ketika mulai
membaca surah al-fatihah. As-Sudda meriwayatkan dari penduduk madinah, bahwa
mereka mulai membaca [surah ] al-qur’an dengan basmalah. Namun Abu Al-Laits
As-Samarqandi menyebutkan dari sebagian mufasir, bahwa membaca ta’awudz adalah
suatu hal yang fardhu. Apabila orang yang sedang membaca al-qur’an lupa membaca
ta’awudz, kemudian mengingatnya pada beberapa hizb, maka hendaklah dia memotong
bacaan suratnya itu, lalu membaca ta’awudz. Setelah itu, dia membaca surah
tersebut dari awal. Namun sebagian mufasir berpendapat bahwa dia harus membaca
ta’awudz, kemudian kembali meneruskan bacaannya dari tempat dia berhenti tadi.
Pendapat yang pertama dikemukakan oleh para mufasir Hijaz dan Irak, sedangkan
pendapat yang kedua dikemukakan oleh para mufasir dari Syam dan Mesir.
Keenam ; makna isti’adzah
atau kalimat a’uudzu dalam perkataan bangsa arab adalah meminta perlindungan
dan keberpihakkan kepada sesuatu, dalam arti supaya tercegah dari hal-hal yang
tidak disukai. Dikatakan udztu bi
fulaan [ aku berlindung kepada si fulan] , wasta ‘adztuhu bihi [ dan
aku meminta perlindungan kepadanya], yakni aku berlindung kepadanya. Orang arab
berkata ketika mendapatkan hal-hal yang tidak di senangi, hujran lahu maksudnya [ aku memohon] pencegahan darinya. Hujran
adalah meminta perlindungan dari suatu perkara.
Ketujuh ; kata Asy-Syaithan
adalah bentuk tunggal dari kata Asy-Syaathiini yang berbentuk jamak
taksir, dan huruf nun pada kata itu adalah huruf nun asli. Sebab kata itu
berasal dari syathana [jauh], manakala syaitan jauh dari kebaikan. Menurut satu
pendapat, kata syaithaan diambil dari kata syaatha-yashiithu
karena syetan itu celaka. Dengan demikian huruf nun yang terdapat pada kata ini
adalah huruf nun tambahan [ bukan huruf nun asli ].
Kedelapan ; makna ar-rajiim
adalah yang jauh dari kebaikan. Asal kata ar-rajm adalah melempari
dengan batu. Ar-rajm adalah pembunuhan, laknat, makian dan pengusiran.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa semua makna ini terdapat dalam firman allah
;_ “sungguh jika kamu tidak [mau] berhenti hai nuh, niscaya benar-benar kamu
akan termasuk orang-orang yang dirajam”[2].
PENGERTIAN BASMALAH.
بسم
الله الرحمن الرحيم
“Dengan menyebut nama allah yang maha
pengasih lagi penyayang”
Allah memulai
kitab-NYA dengan basmalah dan memerintahkan nabi-NYA sejak dini pada wahyu
pertama utuk melakukan pembacaan dan semua aktivitas dengan nama allah, iqra’ bismi rabbika, maka tidak keliru
jika dikatakan bahwa basmalah merupakan pesan pertama allah kepada manusia,
pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama allah. Memulai
dengan nama allah adalah adab dan bimbingan pertama yang diwahyukan allah
kepada nabi-NYA ; iqra’ bismi rabbika.
Ba’ atau [dibaca bi] yang diterjemahkan dengan
kata dengan mengandung satu kata atau
kalimat yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas ketika mengucapkan
Basmalah, yaitu kata “memulai”, sehingga Bismillah
berarti “Saya atau Kami memulai apa yang kami
kerjakan ini”, dalam konteks surah ini adalah membaca ayat-ayat
al-Qur’an – dengan nama Allah.
Apabila seseorang
memulai suatu pekerjaan dengan nama Allah atau atas nama-Nya, maka pekerjaan
tersebut akan menjadi baik, atau paling
tidak, pengucapannya akan tehindar dari godaan nafsu, dorongan, ambisi
atau kepentingan pribadi, sehingga apa yang dilakukannya tidak akan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain, bahkan akan membawa manfaat bagi diri
pengucapnya, masyarakat, lingkungan serta kemanusiaan seluruhya.
(بسم
الله الرحمن الرحيم) Bismillahirrahmanirrahim
yang terdiri dari Sembilan belas huruf itu, adalah pangkalan tempat muslim
bertolak. Jumlah huruf-hurufnya sebanyak Sembilan belas huruf demikian pula
dengan dengan ucapan Hauqalah: (لاحول
ولاقوة الابالله) La haula walaa quwata illa billah. Tiada daya (untuk memperoleh
menfaat) dan upaya untuk (menolak mudarat) kecuali dengan (bantuan) Allah.
Kalimat ini pun (bila ditulis dengan aksara yang digunakan al-Qur’an) mempunyai
sembilan belas huruf. Dengan demikian, permulaan dan akhir usaha setiap muslim
adalah bersumber dan berakhir pada kekuasaan Allah yang Rahman dan
Rahim, Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu. Dalam QS.al-Muddatsir [74]: 30
dinyatakan bahwa penjaga neraka terdiri dari Sembilan belas malaikat. Basmalah
dan Hauqalah yang masing-masing mempunyai Sembilan belas huruf itu, dapat
menjadi perisai bagi seseorang yang menghayati dan mengamalkan tuntunan kedua
kalimat tersebut. Menjadi perisai terhadap kesembilan belas penjaga neraka itu.
Imam Malik berpendapat bahwa Basmalah bukan
bagian dari al-Fatihah, dan karena itu ia tidak dibaca ketika membaca
al-Fatihah dalam shalat. Alasannya antara lain adalah perbedaan pendapat itu.
Ini karena al-Qur’an bersifat mutawatir,
dalam arti periwayatannya disampingkan oleh orang banyak yang jumlahnya
meyakinkan, sedang riwayat tentang Basmalah dalam al-Fatihah tidak demikian.
Buktinya adalah kenyataan terjadinya perbedaan pendapat. Namun Imam Syafi’I
menilai Basmalah sebagai ayat pertama
dari surah al-Fatihah, dan karena shalat tidak sah tanpa membaca al-Fatihah.
Ar-Rahman ar-Rahim
Dengan kata ar-Rahman digambarkan bahwa Tuhan
mencurahkan rahmat-Nya, sedangkan dengan kata ar-Rahim dinyatakan bahwa Dia memiliki sifat rahmat yang melekat
pada diri-Nya.
Ada juga ulama yang memahami
kata ar-Rahman sebagai sifat Allah
swt. yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara ini meliputi seluruh
makhluk, tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir. Sedangkan
rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat, tempat kehidupan yang kekal,
yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk
yang mengabdi kepada-Nya.
Sementara ulama
menjelaskan makna penggabungan kata Allah,
ar-Rahman dan ar-Rahim dalam Basmalah. Menurutnya, seorang yang kalau bermaksud
memohon pertolongan kepada Dia yang berhak disembah serta Dia Yang mencurahkan
aneka nikmat, kecil dan besar, maka yang bersangkutan menyebut nama ter-Agung
dari Dzat ang wajib wujudnya itu sebagai pertanda kewajaran-Nya untuk dimintai.
Selanjutnya menyebut sifat rahmat-Nya (Rahman)
untuk menunjukan bahwa Dia wajar melimpahkan karena yang demikian itu adalah
wajar karena Dia memiliki sifat rahmat yang melekat pada dirinya.
Lain halnya dengan
Ismail bin Fadhl yang bercerita, ia berkata,”Ibrahim bin’Ala’ menceritakan
kepada kami, ia berkata Ismail bin Ayyasy menceritakan kepada kami dari Ismail
bin yahya, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari orang yang menceritakan kepadanya, dari
Ibnu Mis’ud dan Mas’ar bin kidam, dari Athiyah Al-Aufi, dari Abu Sa’id
Al-Khudri, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,;
ان
عيسي بن مريم قال : الرحمن : رحمن الاخرة والدنيا , والرحيم : رحيم الاخرة
“bahwa Isa bin Maryam mengatakan, الرحمن adalah maha pengasih didunia dan akhirat, dan
الرحيم adalah maha penyayang diakhirat.”
Riwayat ini
menginformasikan bahwa masing – masing
dari keduanya memiliki makna tersendiri[3].
Akan tetapi pendapat
yang paling shahih menyatakan bahwa, ia merupakan pemisah antar surat,
sebagaimana yag dikemukakan oleh ibnu abbas yang diriwayatkan oleh abu daud.
Barangsiapa yang berpandangan bahwa ia termasuk fatihah, berarti ia berpendapat
bahwa membacanya harus dzahir dalam shalat, dan orang yang tidak berpendapat
demikian, berarti membacanya secara sir [tidak keras]. Masing-masing pendapat
itu dianut oleh para sahabat sesuai dengan pandangannya sendiri[4].
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish : Tafsir
Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati,
2002.
Ar-Rifai, Muhammad Nasi,
kemudahan Dari Allah : Ringkasan Tafsir ibnu Katsir, Jakarta : Gema Insani
Press, 1999.
Tafsir Ath-Thabari/Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari ; Jakarta : Pustaka Azzam, 2007.
[1] Ringkasan Tafsir ibnu katsir jilid 1, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i.
[2] Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, M.
Quraish Shihab
[3] Tafsir Ath-Thabari jilid 1, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dan
Syaikh Mahmud Muhammad Syakir.
[4] Tafsir Ibnu Katsir jilid 1, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar